|
|
|
|
|
Home » Media » Artikel & Kesaksian » Menjaga Diri dari Kata-Kata Negatif |
|
Menjaga Diri dari Kata-Kata Negatif |
|
|
|
|
|
Menjaga Diri dari Kata-Kata Negatif |
|
Indri Gautama |
|
|
|
|
|
|
Tak seorang pun suka bila orang membicarakan hal-hal negatif mengenai dirinya. Tapi inilah kenyataan dunia yang kita hadapi. Di manapun kita berada, akan selalu menghadapi kemungkinan-kemungkinan itu. Akan ada orang-orang yang tidak puas dengan kebijakan yang kita buat di kantor. Akan ada teman yang iri dengan keberhasilan kita, lalu mencari-cari keburukan kita di belakang. Mungkin ada anggota keluarga yang selalu mengatakan hal-hal negatif mengenai diri Anda.
Setan melontarkan jebakan-jebakannya untuk membidik Anda. Dia mencoba menciptakan situasi kepahitan, emosional, dan membuat Anda melupakan janji-janji Allah. Tak mudah memang. Dalam keadaan seperti itu, kita akan mudah terpancing emosi, bereaksi dan berdosa dengan lidah kita.
Bagaimana seharusnya respon kita sebagai anak Allah?
Aku hendak menjaga diri, supaya jangan aku berdosa dengan lidahku; aku hendak menahan mulutku dengan kekang selama orang fasik masih ada...selengkapnya » |
Tak seorang pun suka bila orang membicarakan hal-hal negatif mengenai dirinya. Tapi inilah kenyataan dunia yang kita hadapi. Di manapun kita berada, akan selalu menghadapi kemungkinan-kemungkinan itu. Akan ada orang-orang yang tidak puas dengan kebijakan yang kita buat di kantor. Akan ada teman yang iri dengan keberhasilan kita, lalu mencari-cari keburukan kita di belakang. Mungkin ada anggota keluarga yang selalu mengatakan hal-hal negatif mengenai diri Anda.
Setan melontarkan jebakan-jebakannya untuk membidik Anda. Dia mencoba menciptakan situasi kepahitan, emosional, dan membuat Anda melupakan janji-janji Allah. Tak mudah memang. Dalam keadaan seperti itu, kita akan mudah terpancing emosi, bereaksi dan berdosa dengan lidah kita.
Bagaimana seharusnya respon kita sebagai anak Allah?
Aku hendak menjaga diri, supaya jangan aku berdosa dengan lidahku; aku hendak menahan mulutku dengan kekang selama orang fasik masih ada di depanku. Mazmur 39:1.
Daud tahu persis ketika menyanyikan Mazmur ini. Dosa terjadi ketika mulut kita bercabang dua. Maka Daud mengendalikan lidahnya. Ia mengendalikan emosinya ketika berhadapan dengan orang fasik. Orang-orang yang hendak menjatuhkannya. Ayat ini berbicara mengenai integritas.
Dalam kehidupan masa kini, mungkin `orang fasik` yang Anda hadapi adalah rival, musuh, atau teman yang diam-diam bergunjing mengenai Anda. Bisa jadi dia adalah atasan Anda yang tidak menyenangkan. Atau mungkin, keluarga Anda yang melontarkan kata-kata negatif, yang tidak mendukung Anda.
Mengendalikan lidah seperti yang Daud lakukan, bisa kita praktekkan dalam kehidupan kita hari ini. Kita tidak membicarakan orang di belakang alias bergunjing. Tidak membalas orang-orang yang melemparkan perkataan negatif. Kita tidak bereaksi dengan emosi atas perlakuan yang tidak adil terhadap kita.
Bagaimana respon kita? Kita mengendalikan emosi berdasarkan firman. Kita mempraktekkan kasih dengan mendoakan dan memberkati mereka. Kita tidak meladeni emosi kita. Bila kita sungguh-sungguh anak Allah, maka kita tahu, tak mungkin dari mulut yang satu keluar berkat dan kutuk. Seperti halnya sumber air memancarkan air tawar dan air pahit dari mata air yang sama (Yakobus 3: 9-11).
Ketika Anda mempraktekkan ini di rumah dan di lingkungan kerja, Anda menjadi garam dan terang. Teach your tongue to say the right thing. |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Apa yang Anda lakukan jika mengetahui kelemahan atau keburukan atasan Anda? Bayangkan ini. Anda adalah calon yang disiapkan untuk menggantikan atasan Anda. Prestasi Anda gilang gemilang. Hampir seluruh karyawan di kantor lebih menyukai Anda ketimbang bos.
Parahnya, atasan tahu kalau bawahannya lebih menyukai Anda. Bos tak tinggal diam dan sering mencari-cari kesalahan untuk menjegal Anda. Lalu tiba-tiba, datanglah kesempatan itu. Anda mengetahui bos melakukan kesalahan fatal dalam suatu proyek.
Barangkali rekan sejawat Anda akan menyemangati Anda di saat-saat seperti ini. ”Ini waktunya Anda menduduki jabatan si Bos,” begitu kata mereka. Apa yang akan Anda lakukan?
Kisah ini ada dalam sejarah. Tepatnya di Perjanjian Lama, 1 Samuel 24. Saat itu Saul mengejar Daud bersama beribu-ribu pasukan untuk membunuhnya. Di tengah pengejaran itu, Saul masuk ke gua untuk buang hajat. Ia sama sekali tak tahu kalau justru Daud dan pasukannya bersembunyi di belakang gua itu.
Lalu berkatalah orang-orangnya kepada Daud: ”Telah tiba hari yang dikatakan TUHAN kepadamu: Sesungguhnya, Aku menyerahkan musuhmu ke dalam tanganmu, maka perbuatlah kepadanya apa yang kaupandang baik.” Maka Daud bangun, lalu memotong punca jubah Saul dengan diam-diam. Kemudian berdebar-debarlah hati Daud, karena ia telah memotong punca Saul. 1 Samuel 24:5-6.
Jantung Daud berdebar-debar. Itu adalah peringatan dari Tuhan. Dengan memotong punca jubah saja, sebenarnya hati Daud tergoda untuk menuruti anjuran orang-orang di sekitarnya. Daud memang tak membunuh Saul, tapi ia sudah menyentuh ”jawatan” yang bukan haknya. Untung saja, Daud mendengarkan nuraninya.
Pemimpin yang dibentuk oleh Tuhan memang tidak melewati proses mulus. Justru lewat tantanganlah, Tuhan mengasah karakter kita, menyiapkan diri kita menjadi pemimpin yang bijak dan takut akan Tuhan.
There is no short cut to destiny. |
|
|
|
|
|
|
`Pagi-pagi benar, waktu hari masih gelap, Ia bangun dan pergi ke luar. Ia pergi ke tempat yang sunyi dan berdoa di sana.` Markus 1:35
Dahulu ketika saya masih tinggal di kota kelahiran saya, terkadang saya bersama teman-teman pergi ke sebuah kota wisata di sana yang berjarak kurang lebih satu setengah jam perjalanan di hari Minggu. Ada sebuah bukit kecil penuh rumput di sana yang selalu ramai pengunjung. Ada banyak kelompok di sana yang selalu menarik perhatian saya. Mereka menggelar tikar, membawa bekal, dan terlihat gembira berkumpul bersama baik dengan keluarga maupun dengan teman-teman. Ditemani gitar, mereka ramai-ramai memuji Tuhan. Ada pula yang bergantian membaca Alkitab dan membahasnya.
Pada waktu itu saya heran mengapa mereka harus jauh-jauh pergi ke sana hanya untuk bernyanyi dan membahas Alkitab? Tidakkah itu bisa mereka lakukan di rumah atau di gereja saja? Hari ini saya mengerti mengapa mereka melakukannya. Lepas dari rutinitas, mencari tempat dengan suasana santai dan udara sejuk, disana mereka bersama-sama memuji Tuhan. Alangkah indahnya.
Setiap tahunnya orang butuh cuti agar bisa kembali segar setelah jenuh bekerja sepanjang tahun. Rutinitas dalam pekerjaan bisa menurunkan produktifitas, dan untuk itulah liburan atau setidaknya cuti diperlukan bagi orang yang bekerja. Sebuah rutinitas yang terpola dan dilakukan dengan cara yang sama terus menerus bisa membuat kita merasa bosan dan tidak lagi bersemangat dalam melakukannya.
Dalam dunia pekerjaan demikian, rutinitas dalam berbagai aspek kehidupan bisa seperti itu, dalam berdoa pun kita bisa mengalami hal yang sama. Bangun pagi dan bersaat teduh, sebelum mulai mengerjakan aktivitas sehari-hari rutin dilakukan banyak orang percaya yang mengerti pentingnya meluangkan waktu secara khusus untuk bersekutu dengan Tuhan.
Kerinduan dan kasih kepada Allah akan selalu membuat saat teduh ini begitu dinikmati. Namun ketika kita terus rutin mengerjakannya setiap hari, terkadang kita bisa terjebak pada sebuah pola rutinitas, yang bisa membuat kita mulai merasa jenuh dan mengalami stagnasi dalam pertumbuhan iman.
Bukan bersaat teduh yang salah, karena itu merupakan sesuatu yang sangat baik untuk dilakukan, namun sifat manusia yang akan merasa jenuh ketika melakukan sesuatu secara rutin dan terpola bisa membuat kita mulai kehilangan sesuatu ketika kita mengambil waktu untuk berdoa. Lama-kelamaan berdoa bukan lagi didasari oleh kerinduan untuk bertemu dengan Tuhan secara pribadi namun menjadi sebuah kebiasaan semata yang harus dilakukan dalam waktu yang sama. Karena itulah terkadang kita butuh saat-saat dimana kita perlu membuat variasi dalam bersekutu dengan Tuhan.
Menarik melihat Yesus beberapa kali terlihat memilih untuk menyepi ketika hendak berdoa. Ayat bacaan hari ini misalnya menggambarkan hal itu.
`Pagi-pagi benar, waktu hari masih gelap, Ia bangun dan pergi ke luar. Ia pergi ke tempat yang sunyi dan berdoa di sana.` (Markus 1:35).
Atau dalam kesempatan lain di malam hari:
`Dan setelah orang banyak itu disuruh-Nya pulang, Yesus naik ke atas bukit untuk berdoa seorang diri. Ketika hari sudah malam, Ia sendirian di situ.` (Matius 14:23).
Yesus mengetahui betapa pentingnya untuk menikmati waktu-waktu bersekutu dengan Bapa tanpa harus terganggu oleh hiruk pikuk atau hal-hal lain yang bisa memecah konsentrasi. Bersekutu dengan Tuhan, menikmati hadiratNya akan maksimal kita rasakan apabila konsentrasi kita tidak terpecah-pecah dengan apapun yang ada disekitar kita.
Kebosanan akibat rutinitas, ini pun merupakan sebuah gangguan yang bisa membuat kita tidak maksimal menikmati kebersamaan dengan Tuhan. Yang penting adalah kita bisa menemukan tempat atau situasi dimana kita bisa berdoa dengan tenang tanpa gangguan apapun. Bersama Tuhan kita akan memperoleh kekuatan dan sukacita berlimpah yang akan mampu membuat kita lebih kuat dalam menjalani hari-hari yang melelahkan.
`Engkau memberitahukan kepadaku jalan kehidupan; di hadapan-Mu ada sukacita berlimpah-limpah, di tangan kanan-Mu ada nikmat senantiasa.` (Mazmur 16:11). Oleh karenanya kita harus bisa memaksimalkan waktu dimana kita bisa bersekutu secara pribadi dengan Tuhan.
Yesus pun menggambarkan hal ini ketika mengajarkan bagaimana cara berdoa yang baik. `Tetapi jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu dan berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu.` (Matius 6:6).
Ini pelajaran bagi kita untuk mencari sebuah tempat dan situasi dimana kita bisa konsentrasi penuh dalam berdoa tanpa harus terganggu oleh kegiatan yang berjalan di sekitar kita. Mungkin bukan hiruk pikuk sekeliling yang mengganggu kita hari ini, namun rutinitaslah yang mulai membuat kita merasa bosan.
Kita tahu bahwa berdoa dan memuji Tuhan, bersaat teduh itu penting, namun kebosanan ternyata menghambat konsentrasi kita. Ini bisa terjadi pada kita. Jika itu terjadi, itulah saatnya bagi kita untuk mencari terobosan atau variasi dalam meluangkan waktu bersama Tuhan, salah satunya seperti apa yang dilakukan oleh kelompok keluarga atau teman yang pergi ke atas bukit seperti yang saya ceritakan di awal.
Keluar dari rutinitas akan membuat kita kembali segar. When situation gets dry, we need to break the routine. Kapan terakhir kali anda membaca Alkitab bersama keluarga dan teman-teman di padang rumput? Atau sambil menikmati gemericik air menyegarkan kaki? Duduk di bawah pepohonan rindang dengan angin sepoi-sepoi, ditemani sebuah gitar dan bekal yang dibawa dari rumah, lalu bersama-sama memuji Tuhan disana? Atau mungkin duduk di depan rumah, menikmati terbitnya matahari dan kicauan burung sambil merenungkan firman Tuhan?
Ini semua bisa membuat kita keluar dari rutinitas yang bisa membuat jenuh, dan membawa kita kembali menikmati keindahan saat-saat bersama Tuhan dengan maksimal. Tinggalkan sejenak semua masalah pekerjaan, masalah hidup dan hal-hal yang mengganggu pikiran kita dan nikmati waktu bersama Tuhan dalam hadiratNya secara khusus. Setelah itu, libatkanlah Tuhan dalam segala sesuatu yang kita lakukan, karena Dia selalu ada beserta kita.
Hindari kekeringan rohani yang bisa terjadi akibat kejenuhan dalam rutinitas yang tanpa sadar bisa membuat doa-doa kita hanyalah berupa unsur kebiasaan saja. Sehari cuma 24 jam, tidak banyak waktu yang bisa kita pakai untuk secara khusus berdialog dengan Tuhan dan mendengar suara-Nya. Oleh sebab itu, manfaatkanlah waktu yang ada itu semaksimal mungkin agar bisa mengalami kehidupan penuh sukacita melimpah yang maksimal pula.
Keluarlah dari rutinitas ketika anda mulai mengalami kekeringan rohani. |
|
|
|
|
|
|
|
FOLLOW OUR INSTAGRAM |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Jadwal Ibadah Minggu |
28 April 2024 |
|
|
Tidak Ada Kegiatan Ibadah |
|
|
|