|
SEPEKAN TERAKHIR |
|
|
|
POKOK RENUNGAN |
|
|
|
Tindakan Yesus ‘mengosongkan diri-Nya’ [Filipi 2:6-7] menjadi teladan bagi kita untuk mengalahkan ke-aku-an kita. |
|
|
|
|
|
|
Renungan Lain oleh Penulis: |
|
|
|
|
|
|
|
|
Home » Renungan » Bebas Dari Ke-aku-an [1] |
|
Bebas Dari Ke-aku-an [1] |
|
Rabu, 27 September 2017 |
|
|
|
|
|
Bebas Dari Ke-aku-an [1] |
|
Yakobus 4:1; Kisah Para Rasul 1:6-14 |
|
|
|
|
|
|
Tak mau kelihatan kalah meski salah. Jaga gengsi supaya tidak tampak lemah meski harus tidak jujur pada diri sendiri. Tidak mau terbuka, kalau perlu tutup diri rapat-rapat dan lempar tanggungjawab. Cari aman dengan cara menyalahkan dan mengkambinghitamkan orang yang dianggap lemah. Sebaliknya bersembunyi di balik bahu orang yang dianggapnya kuat. Yang penting hidup selamat dan tetap tampak terhormat. Tak peduli harus menjalani hidup dalam bayang-bayang kepalsuan.
Jemaat yang terkasih, bait-bait puisi di atas menggambarkan ke-aku-an seseorang. Yang dipikirkannya dan dilakukannya ujung-ujungnya adalah dirinya sendiri. Sulit baginya untuk keluar dari penjara hawa nafsu ke-aku-annya itu. Ke-aku-an semacam ini juga terjadi pada 12 murid pertama Tuhan Yesus. Lihatlah betapa yang dipikirkan mereka adalah “siapa yang terbesar di antara mereka?” Mereka saling iri dan bertengkar atau tidak menutup kemungkinan saling menyalahkan guna “mencari muka” di hadapan Tuhan Yesus, Sang Guru mereka.
Namun syukur, itu cerita masa lalu mereka. Semuanya berubah ketika mereka ndlongop dan gumun menyaksikan dengan kekaguman pada T...selengkapnya » |
Tak mau kelihatan kalah meski salah. Jaga gengsi supaya tidak tampak lemah meski harus tidak jujur pada diri sendiri. Tidak mau terbuka, kalau perlu tutup diri rapat-rapat dan lempar tanggungjawab. Cari aman dengan cara menyalahkan dan mengkambinghitamkan orang yang dianggap lemah. Sebaliknya bersembunyi di balik bahu orang yang dianggapnya kuat. Yang penting hidup selamat dan tetap tampak terhormat. Tak peduli harus menjalani hidup dalam bayang-bayang kepalsuan.
Jemaat yang terkasih, bait-bait puisi di atas menggambarkan ke-aku-an seseorang. Yang dipikirkannya dan dilakukannya ujung-ujungnya adalah dirinya sendiri. Sulit baginya untuk keluar dari penjara hawa nafsu ke-aku-annya itu. Ke-aku-an semacam ini juga terjadi pada 12 murid pertama Tuhan Yesus. Lihatlah betapa yang dipikirkan mereka adalah “siapa yang terbesar di antara mereka?” Mereka saling iri dan bertengkar atau tidak menutup kemungkinan saling menyalahkan guna “mencari muka” di hadapan Tuhan Yesus, Sang Guru mereka.
Namun syukur, itu cerita masa lalu mereka. Semuanya berubah ketika mereka ndlongop dan gumun menyaksikan dengan kekaguman pada Tuhan Yesus yang dimuliakan, terangkat ke sorga. Sejak saat itu mereka mulai menyadari bahwa sesungguhnya diri mereka kecil, rapuh dan tak berdaya di hadapan kemuliaan Tuhan. Mereka merasa tak ada gunanya lagi menutupi kerapuhan diri dengan mencari kehormatan dengan meremehkan sesama murid yang lain. Semuanya itu hanyalah menghasilkan saling sodok dan sikut. Percekcokan dan pertengkaran yang tak perlu. Mereka sekarang memilih untuk saling melengkapi kekurangan. Tidak ada lagi pertengkaran mengenai “siapa yang terbesar di antara mereka.” Sebaliknya mereka dimampukan untuk bertekun dan sehati dalam doa bersama-sama. Wow...luar biasa!
Jemaat yang terkasih, ke-aku-an atau kita kenal dengan keegoisan adalah nafsu jahat yang menjadi akar dari masalah pertengkaran dan iri-hati. Masalah ini bisa menghinggapi setiap orang. Masalah ini yang membuat suami-istri terus bertengkar tak berujung-pangkal; Masalah ini membuat hubungan pimpinan dan bawahan atau antar sesama saling menjatuhkan; Masalah ini membuat sesama pelayan Tuhan atau jemaat tidak kunjung sehati-sepikir. Dan jika semuanya itu terus terjadi, sadarilah bahwa itu membuktikan betapa rapuhnya kita. Lihatlah dan berjumpalah dengan Tuhan Yesus yang mulia, yang selama ini menjadi tersembunyi karena kita sibuk memikirkan diri sendiri dengan segala daya upaya untuk tampak perlente meski hati kosong. Perjumpaan dengan Tuhan Yesus pasti membuat diri kita berani terbuka, meninggalkan sikap tak mau kalah, berani mengakui kesalahan dan meminta maaf dengan tulus, berani mengambil tanggungjawab, dan tak perlu lagi mencari kambing hitam. Selamat bebas dari ke-aku-an.
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
FOLLOW OUR INSTAGRAM |
|
|
|
|
|
|
|