|
SEPEKAN TERAKHIR |
|
|
|
POKOK RENUNGAN |
|
|
|
Injil adalah kabar baik yang harus disampaikan dengan cara yang baik pula. |
|
|
|
|
|
|
Renungan Lain oleh Penulis: |
|
|
|
|
|
|
|
|
Home » Renungan » Bebas Menyembah |
|
Bebas Menyembah |
|
Sabtu, 20 Mei 2017 |
|
|
|
|
|
Bebas Menyembah |
|
Keluaran 5:1-8 |
|
|
|
|
|
|
Penganiayaan bukanlah hal yang asing sejak pertama kalinya para pengikut Kristus disebut sebagai orang Kristen. Para pendahulu kita dianiaya oleh pemerintah Romawi karena tidak mau menyembah patung kaisar. Mereka dicap pembangkang dan bahkan pemberontak karena mempunyai kaisar sendiri, yaitu Yesus Kristus. Bahkan menyebut-Nya sebagai Kaisar di atas segala kaisar [Raja di atas segala raja]. Namun keadaan berbalik, pada tahun 313 Kaisar Constantinus mengeluarkan maklumat toleransi dan kemudian berkembang dengan menjadikan Agama Kristen sebagai agama resmi kekaisaran. Kekristenan berbalik dari minoritas tertindas menjadi mayoritas penindas yang didukung alat-alat kekuasaan negara. Dan kala itu yang terjadi bukanlah zaman keemasan Gereja, namun sebaliknya masyarakat Kristen Eropa hidup dalam abad-abad yang gelap.
Tuan Joko Ndokondo menarik pelajaran berharga atas pengalaman buram Gereja di masa lalu itu. “Keyakinan itu tidak dapat dipaksakan!” katanya dengan tegas di hadapan beberapa anak muda Gereja, “Jika dipaksakan pastilah berbuahkan keburukan semata.” Bukan saja kisah Gereja di abad pertengahan yang menunjukkan hal itu. Namun sudah dinyatakan dalam Alkitab, yaitu tentang kisah Israel di tanah Mesir yang diperbudak oleh Firaun. Firaun berupaya membuat bangs...selengkapnya » |
Penganiayaan bukanlah hal yang asing sejak pertama kalinya para pengikut Kristus disebut sebagai orang Kristen. Para pendahulu kita dianiaya oleh pemerintah Romawi karena tidak mau menyembah patung kaisar. Mereka dicap pembangkang dan bahkan pemberontak karena mempunyai kaisar sendiri, yaitu Yesus Kristus. Bahkan menyebut-Nya sebagai Kaisar di atas segala kaisar [Raja di atas segala raja]. Namun keadaan berbalik, pada tahun 313 Kaisar Constantinus mengeluarkan maklumat toleransi dan kemudian berkembang dengan menjadikan Agama Kristen sebagai agama resmi kekaisaran. Kekristenan berbalik dari minoritas tertindas menjadi mayoritas penindas yang didukung alat-alat kekuasaan negara. Dan kala itu yang terjadi bukanlah zaman keemasan Gereja, namun sebaliknya masyarakat Kristen Eropa hidup dalam abad-abad yang gelap.
Tuan Joko Ndokondo menarik pelajaran berharga atas pengalaman buram Gereja di masa lalu itu. “Keyakinan itu tidak dapat dipaksakan!” katanya dengan tegas di hadapan beberapa anak muda Gereja, “Jika dipaksakan pastilah berbuahkan keburukan semata.” Bukan saja kisah Gereja di abad pertengahan yang menunjukkan hal itu. Namun sudah dinyatakan dalam Alkitab, yaitu tentang kisah Israel di tanah Mesir yang diperbudak oleh Firaun. Firaun berupaya membuat bangsa Israel lupa akan Allahnya. Kerja paksa yang kian hari kian keras diterapkan agar kelelahan membuat kerinduan untuk beribadah sirna dari benak mereka. Namun ternyata pemaksaan yang demikian justru membuat bangsa Israel kian dahaga untuk berjumpa dengan Allah dan beribadah kepada-Nya.
Seorang anak muda mengangkat tangan, “Jika keyakinan tidak bisa dipaksakan, apakah dengan demikian kita pun tidak boleh memberitakan Injil pada orang lain?” tanyanya. “Tidak demikian anak muda”, jawab Tuan Joko Ndokondo, “Injil adalah kabar baik yang harus disampaikan dengan cara yang baik pula, yaitu memberitakannya tanpa pemaksaan apalagi dengan ancaman dan kebencian. Jika orang yang kita beritakan Injil menerima, kita bersukacita. Namun jika tidak, kita tetap menghormatinya beserta dengan keyakinan yang ia pilih sebagai jalan hidupnya.” Si anak muda mengangguk-angguk tanda mengerti. Tuan Joko Ndokondo menghela nafas panjang lalu berkata, “Dengan demikian kita mengagungkan keyakinan kita di dalam Kristus Yesus dan sekaligus turut memelihara kebhinnekaan. Hanya dengan cara ini kesatuan bangsa tetap dapat dipelihara.” Dan “Sttt…ttt, jangan bilang siapa-siapa ya?” kata Tuan Joko Ndokondo menutup pituturnya.
Jemaat yang terkasih, kita tidak ingin kebebasan kita beribadah sesuai dengan keyakinan kita diganggu. Apalagi dengan kata-kata “Kafir!” sebagai ungkapan penuh kebencian. Oleh sebab itu marilah kita berlaku bijak pada orang-orang yang berbeda keyakinan dengan kita. Amanat Agung Tuhan Yesus mesti tetap kita diberitakan. Namun bersamaan dengan itu kita harus menghormati orang lain beserta dengan keyakinan dan ibadah yang ia pilih. Terpujilah Tuhan!
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
FOLLOW OUR INSTAGRAM |
|
|
|
|
|
|
|