|
SEPEKAN TERAKHIR |
|
|
|
POKOK RENUNGAN |
|
|
|
Salib Kristus memberi teladan dan mengajar kita bahwa kasih yang berkualitas adalah kasih yang dimulai dari diri sendiri. |
|
|
|
|
|
|
Renungan Lain oleh Penulis: |
|
|
|
|
|
|
|
|
Home » Renungan » Kasih Yang Berkualitas |
|
Kasih Yang Berkualitas |
|
Sabtu, 29 April 2017 |
|
|
|
|
|
Kasih Yang Berkualitas |
|
Matius 27:46 |
|
|
|
|
|
|
Kita sering mendengar istilah “kasih”. Memang tema kasih sangatlah populer apalagi di kalangan anak muda yang sedang dimabuk asmara. Sedemikian populernya sehingga ungkapan kasih serasa diobral secara verbal [kata-kata] saja di mana-mana. Kasih juga ramai dibicarakan bahkan dalam perdebatan calon pemimpin yang “memamerkan” program-programnya pun berlomba-lomba menunjukkan visi misinya yang tidak jauh dari kasih. Ironisnya, sedemikian gencarnya membicarakan kasih, perhatian terhadap orang banyak, tetapi kenyataannya banyak yang kecewa karena tidak puas dan mempertanyakan kasih itu. Mengapa demikian? Salah satu penyebabnya adalah karena kasih hanya merupakan tuntutan yang harus dikenakan pada orang lain dan tidak pada diri sendiri.
Tuhan Yesus menunjukkan kasih-Nya yang terbesar dalam sejarah dunia ketika Dia digantung di kayu salib. Dia tidak melarikan diri ketika harus menghadapi penderitaan [Matius 26:42], Dia tidak melemparkan penderitaan itu kepada orang lain, Dia menuntut diri-Nya sendiri dan tidak menuntut orang lain. Bagi Yesus, kasih harus segera dipraktikan bukan hanya dibicarakan saja. Kasih itu harus dimulai dari diri sendiri. Ketika Yesus dieksekusi di kayu salib, Dia menghadapi dengan tegar sekalipun harus histeris. Yang terlihat pada diri Yesus...selengkapnya » |
Kita sering mendengar istilah “kasih”. Memang tema kasih sangatlah populer apalagi di kalangan anak muda yang sedang dimabuk asmara. Sedemikian populernya sehingga ungkapan kasih serasa diobral secara verbal [kata-kata] saja di mana-mana. Kasih juga ramai dibicarakan bahkan dalam perdebatan calon pemimpin yang “memamerkan” program-programnya pun berlomba-lomba menunjukkan visi misinya yang tidak jauh dari kasih. Ironisnya, sedemikian gencarnya membicarakan kasih, perhatian terhadap orang banyak, tetapi kenyataannya banyak yang kecewa karena tidak puas dan mempertanyakan kasih itu. Mengapa demikian? Salah satu penyebabnya adalah karena kasih hanya merupakan tuntutan yang harus dikenakan pada orang lain dan tidak pada diri sendiri.
Tuhan Yesus menunjukkan kasih-Nya yang terbesar dalam sejarah dunia ketika Dia digantung di kayu salib. Dia tidak melarikan diri ketika harus menghadapi penderitaan [Matius 26:42], Dia tidak melemparkan penderitaan itu kepada orang lain, Dia menuntut diri-Nya sendiri dan tidak menuntut orang lain. Bagi Yesus, kasih harus segera dipraktikan bukan hanya dibicarakan saja. Kasih itu harus dimulai dari diri sendiri. Ketika Yesus dieksekusi di kayu salib, Dia menghadapi dengan tegar sekalipun harus histeris. Yang terlihat pada diri Yesus ketika tergantung di Kalvari adalah pertama, Yesus rela menderita [wujud kasih] demi manusia berdosa; kedua, Yesus mampu mengalahkan diri-Nya sendiri demi terwujudnya sebuah kasih. Itulah kasih yang termahal. Dia rela mengosongkan diri-Nya mengambil rupa manusia hamba, menderita dan mati di kayu salib bagi kita [Filipi 2:6-8].
Saudara kekasih Tuhan, mungkin memang kita tidak melakukan kasih sesempurna seperti Tuhan Yesus, tetapi melalui peristiwa salib itu Yesus ingin mengajarkan juga sesuatu kepada kita, yaitu sebuah kasih yang berkualitas. Penderitaan Yesus di kayu salib jelas bukan seruan menuntut [memaksa] kita untuk melakukan kasih berkualitas, tetapi salib Kristus adalah mengajar [memberi teladan] kepada murid-murid-Nya bahwa kasih itu seharusnya tulus dan berangkat dari diri sendiri bukan menuntut orang lain atau diri kita dituntut orang lain. Bersediakah kita memiliki kasih berkualitas? Mari kita mengikuti teladan yang diajarkan Tuhan Yesus. Mari kita mulai dari diri sendiri.
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
FOLLOW OUR INSTAGRAM |
|
|
|
|
|
|
|