|
SEPEKAN TERAKHIR |
|
|
|
POKOK RENUNGAN |
|
|
|
Kita dipanggil oleh Tuhan untuk membentuk komunitas setara sebagai saudara-saudara yang saling melayani di hadapan Tuhan |
|
|
|
|
|
|
Renungan Lain oleh Penulis: |
|
|
|
|
|
|
|
|
Home » Renungan » Komunitas Setara |
|
Komunitas Setara |
|
Sabtu, 19 Januari 2019 |
|
|
|
|
|
Komunitas Setara |
|
Matius 23:1-12 |
|
|
|
|
|
|
Hamba Tuhan yang berkhotbah minggu ini berasal dari sebuah gereja di tepian Rawa Pening. Dandanannya biasa-biasa saja. Rambutnya tidak tersentuh minyak rambut. Jas dan pakaian yang dikenakan sudah pudar warnanya karena dimakan usia. Namun ada satu hal yang menarik perhatian jemaat. Sepatu sebelah kiri sang pendeta sudah robek. Seusai ibadah, berbagai komentar tentang sang abdi Allah ini berseliweran memenuhi ruangan gereja. Ada yang membicarakan isi khotbahnya, namun paling banyak mengenai penampilannya. Ada yang merasa kasihan. Ada yang berniat memberi bantuan khusus padanya. Ada pula yang sinis. “Pendeta kelas bawah seperti itu kok diundang!” “Lain kali kalau mengundang pendeta itu yang parlente, kinclong dan kelihatan sukses gitu lho…” Sambey dan Benay turut mendengar pendapat-pendapat sinis ini. Mereka geleng-geleng kepala. “Kita tidak dapat menghindari budaya entertainment dalam gereja, Ben”, komentar Sambey, “Dalam entertainment yang penting penampilan yang memukau.” “Ya Sam. Meskipun sebenarnya budaya entertainment dekat dengan pencitraan. Penampilan yang memukau di atas panggung belum tentu itu yang dihidupinya sehari-hari.” Sambey mengangguk-angguk. “Tapi tanpa disadari kita sering menilai orang dari penampilan dan jabatannya. Kita lupa bahwa setiap orang percaya adalah sesama saudara yang setara. Bahkan setiap manusia sama berhargan...selengkapnya » |
Hamba Tuhan yang berkhotbah minggu ini berasal dari sebuah gereja di tepian Rawa Pening. Dandanannya biasa-biasa saja. Rambutnya tidak tersentuh minyak rambut. Jas dan pakaian yang dikenakan sudah pudar warnanya karena dimakan usia. Namun ada satu hal yang menarik perhatian jemaat. Sepatu sebelah kiri sang pendeta sudah robek. Seusai ibadah, berbagai komentar tentang sang abdi Allah ini berseliweran memenuhi ruangan gereja. Ada yang membicarakan isi khotbahnya, namun paling banyak mengenai penampilannya. Ada yang merasa kasihan. Ada yang berniat memberi bantuan khusus padanya. Ada pula yang sinis. “Pendeta kelas bawah seperti itu kok diundang!” “Lain kali kalau mengundang pendeta itu yang parlente, kinclong dan kelihatan sukses gitu lho…” Sambey dan Benay turut mendengar pendapat-pendapat sinis ini. Mereka geleng-geleng kepala. “Kita tidak dapat menghindari budaya entertainment dalam gereja, Ben”, komentar Sambey, “Dalam entertainment yang penting penampilan yang memukau.” “Ya Sam. Meskipun sebenarnya budaya entertainment dekat dengan pencitraan. Penampilan yang memukau di atas panggung belum tentu itu yang dihidupinya sehari-hari.” Sambey mengangguk-angguk. “Tapi tanpa disadari kita sering menilai orang dari penampilan dan jabatannya. Kita lupa bahwa setiap orang percaya adalah sesama saudara yang setara. Bahkan setiap manusia sama berharganya di hadapan Allah Yang Maha Tinggi.”
Jemaat yang terkasih. Penampilan yang jadi topik pembicaraan Sambey dan Benay di atas memberi gambaran akan penampilan yang ditunjukkan oleh ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi. Mereka adalah tokoh-tokoh agama yang berpengaruh. Khususnya yang menduduki jabatan-jabatan tinggi dalam bait Allah dan Sanhedrin [Mahkamah Agama Yahudi]. Penampilan mereka tampak berwibawa dan suci. Tapi sesungguhnya mereka JARKONI [bisa mengajar tetapi tidak melakukan apa yang diajarkannya]. Mereka dahaga dan mengharapkan puja-puji dari jemaat. Tuhan Yesus mengecam kepalsuan penampilan mereka itu. Murid-murid diajar-Nya untuk tidak mengejar pencitraan yang ditampilkan dimuka status terhormat sebagai rabi [guru], bapa, dan pemimpin. Bukan berarti Tuhan melarang murid-murid untuk menolak status-status tersebut. Tetapi yang Tuhan mau adalah pertama-tama murid-murid-Nya memahami bahwa semua orang percaya adalah saudara yang sederajad di hadapan Tuhan. Tuhanlah satu-satunya Rabi, Bapa dan Pemimpin. Jangan ada seorangpun yang merasa lebih terhormat daripada yang lain. Dengan demikian status, jabatan, talenta dan karunia roh dalam jemaat bukan untuk disombongkan, melainkan untuk dapat melayani dengan lebih baik dan efektif.
Jemaat yang Tuhan kasihi. Apapun yang Tuhan percayakan pada diri kita dalam pelayanan, janganlah kita jadikan itu sebagai pencitraan untuk menutupi dosa-dosa dan membuat kita merasa lebih terhormat dibandingkan jemaat lainnya. Sebaliknya, janganlah kita merasa rendah diri karena merasa tidak punya status, jabatan, talenta atau karunia rohani yang layak dibanggakan. Ketahuilah bahwa kita dipanggil oleh Tuhan untuk membentuk komunitas setara sebagai saudara-saudara yang saling melayani di hadapan Tuhan. Terpujilah Tuhan!
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
FOLLOW OUR INSTAGRAM |
|
|
|
|
|
|
|