|
SEPEKAN TERAKHIR |
|
|
|
POKOK RENUNGAN |
|
|
|
Trimalah kasih Tuhan, maka kita akan memiliki kasih itu
|
|
|
|
|
|
|
Renungan Lain oleh Penulis: |
|
|
|
|
|
|
|
|
Home » Renungan » Tiga Sasaran Kasih |
|
Tiga Sasaran Kasih |
|
Jumat, 30 November 2018 |
|
|
|
|
|
Tiga Sasaran Kasih |
|
Matius 22:36-40 |
|
|
|
|
|
|
Sinar mentari pagi menerobos rimbunnya dedaunan. Menerpa hangat wajah Benay yang baru saja membuka jendela kamarnya. Pagi ini ia sengaja bangun agak terlambat. Membiarkan tubuhnya menikmati istirahat agak lama dari biasanya. “Mumpung lagi cuti kerja”, katanya dalam hati. Setelah melakukan menggeliat kecil, Benay berlutut khitmad di sisi tempat tidurnya. Diiringi semilir angin yang sejuk, ia pun mulai berdoa kepada Allah, Bapanya di sorga. “Bapaku, aku begitu mengasihi-Mu. Dan aku tahu betapa Engkau mengasihiku juga. Kasih-Mu itu mengajari aku untuk melihat betapa berharganya diriku. Dahulu aku minder, sangat sensitif, sering menolak bertanggungjawab dan suka mencari kambing hitam. Sekarang aku mengalami pemulihan-Mu. Aku dapati diriku lebih bertanggungjawab, berani menanggung risiko dan kesalahan, bersedia meminta maaf dan bersikap lebih terbuka pada orang lain. Bahkan aku mampu melihat sesamaku sebagai pribadi yang berharga. Sama seperti diriku berharga adanya. Jika aku bisa mengasihi-Mu dan mampu mengasihi sesamaku, itu bersumber dari kasih-Mu padaku. Sungguh, apalah artinya hidup tanpa mengalami kasih-Mu yang mengubahkan itu. Bapa, biarlah melalui kasih-Mu itu diriku terus disempurnakan. Amin.” Benay bangkit perlahan...selengkapnya » |
Sinar mentari pagi menerobos rimbunnya dedaunan. Menerpa hangat wajah Benay yang baru saja membuka jendela kamarnya. Pagi ini ia sengaja bangun agak terlambat. Membiarkan tubuhnya menikmati istirahat agak lama dari biasanya. “Mumpung lagi cuti kerja”, katanya dalam hati. Setelah melakukan menggeliat kecil, Benay berlutut khitmad di sisi tempat tidurnya. Diiringi semilir angin yang sejuk, ia pun mulai berdoa kepada Allah, Bapanya di sorga. “Bapaku, aku begitu mengasihi-Mu. Dan aku tahu betapa Engkau mengasihiku juga. Kasih-Mu itu mengajari aku untuk melihat betapa berharganya diriku. Dahulu aku minder, sangat sensitif, sering menolak bertanggungjawab dan suka mencari kambing hitam. Sekarang aku mengalami pemulihan-Mu. Aku dapati diriku lebih bertanggungjawab, berani menanggung risiko dan kesalahan, bersedia meminta maaf dan bersikap lebih terbuka pada orang lain. Bahkan aku mampu melihat sesamaku sebagai pribadi yang berharga. Sama seperti diriku berharga adanya. Jika aku bisa mengasihi-Mu dan mampu mengasihi sesamaku, itu bersumber dari kasih-Mu padaku. Sungguh, apalah artinya hidup tanpa mengalami kasih-Mu yang mengubahkan itu. Bapa, biarlah melalui kasih-Mu itu diriku terus disempurnakan. Amin.” Benay bangkit perlahan dari sikap doanya. Ia berdiri mantap dan siap menjalani hari bersama Allah yang mengasihinya dan dikasihinya.
Jemaat yang terkasih. Jika kita perhatikan, ada tiga oknum yang patut kita kasihi dari hukum kasih yang Tuhan Yesus ajarkan. Pertama, mengasihi Tuhan Allah; kedua, mengasihi diri sendiri; dan ketiga, mengasihi sesama manusia. Dan yang seringkali diabaikan adalah pentingnya mengasihi diri kita sendiri. Mengasihi diri yang dimaksud disini adalah melihat bahwa pribadi kita berharga. Sehingga di dalam diri kita berkembang sikap percaya diri, bertanggungjawab, optimis, tidak takut direndahkan atau disepelekan, jika berbuat salah berani mengakuinya dan meminta maaf. Dan sesungguhnya kasih pada diri sendiri adalah modal bagi kita untuk mampu mengasihi Tuhan Allah dan sesama manusia apa adanya. Bagaimana kasih pada diri kita sendiri itu ditumbuhkan? Kasih pada diri sendiri ditumbuhkan tidak berdasarkan derajat, pangkat dan apa yang kita miliki [kekayaan]. Semuanya itu malah berpotensi menumbuhkan kesombongan dalam diri kita. Namun kasih pada diri sendiri yang hakiki hanya dapat ditumbuhkan ketika kita diterpa hangatnya kasih Allah. Sehingga kita tahu dan merasakan bahwa diri kita ini berharga apa adanya sebagai manusia yang diciptakan menurut rupa Allah. Itu saja, tanpa harus disertai embel-embel status sosial dan ekonomi tertentu.
Jemaat yang dikasihi Tuhan. Marilah kita sejenak melihat diri sendiri. Apakah sungguh kita tahu dan merasakan bahwa diri kita berharga? Mampukah kita mengasihi diri sendiri? Syukur jika kita sudah mampu mengasihi diri sendiri. Namun jika belum, janganlah risau. Kita hanya perlu membuka diri dan bersedia dikasihi oleh Tuhan. Bukankah kasih-Nya mengalir seperti air sungai yang tidak mengenal musim? Kasih Tuhan yang kita alami itu akan mengubahkan hidup kita sehingga kita mampu mengasihi Tuhan Allah dan sesama kita dengan lebih baik. Terpujilah Tuhan!
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
FOLLOW OUR INSTAGRAM |
|
|
|
|
|
|
|