|
SEPEKAN TERAKHIR |
|
|
|
POKOK RENUNGAN |
|
|
|
Hindari kesombongan rohani dengan selalu membandingkan pencapaian rohani kita dengan moral dan karakter Kristus, yang bermotto: ”Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia [Allah Bapa] yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya.” [Yohanes 4:34] |
|
|
|
|
|
|
|
DITULIS OLEH |
|
Bp. Gunawan Laksmana |
|
Kontributor |
|
|
|
|
Renungan Lain oleh Penulis: |
|
|
|
|
|
|
|
|
Home » Renungan » Waspada Terhadap Kesombongan Rohani |
|
Waspada Terhadap Kesombongan Rohani |
|
Kamis, 27 Juli 2017 |
|
|
|
|
|
Waspada Terhadap Kesombongan Rohani |
|
Lukas 18:9-14 |
|
|
|
|
|
|
Dalam perumpamaan ini Tuhan Yesus mengkontraskan antara orang Farisi dan pemungut cukai. Pada masa itu orang Farisi mewakili golongan orang yang mempunyai moral baik, sebaliknya orang berdosa diwakili oleh pemungut cukai. Farisi adalah golongan imam Yahudi yang mendalami, mengajarkan dan mentaati secara kaku dan legalistik, yaitu melakukan hukum Taurat hanya sesuai dengan bunyinya saja dan sangat mendetail. Mereka merasa dirinya lebih baik dari pada orang lain. Mereka tidak melakukan pelanggaran moral umum, misalnya: mencuri, merampok, berzinah, menipu, dll. Mereka juga menuntut penghormatan dari manusia lain.
Di zaman ini bisa dijumpai orang Farisi modern, yang merasa puas diri dengan sudah menjadi “orang baik” karena tidak melanggar hukum. Merasa telah menjalankan hidup keagamaannya dengan telah ikut mengambil bagian dalam kegiatan rohani di gereja dan puas dengan keadaan rohaninya. Mereka membandingkan kualitas moralnya dengan orang di luar gereja. Orang Farisi modern biasanya bersikap moralis, suka menghakimi, menghukum orang lain tanpa belas kasihan.
Tuhan Yesus mengajarkan bahwa standar moralitas orang ...selengkapnya » |
Dalam perumpamaan ini Tuhan Yesus mengkontraskan antara orang Farisi dan pemungut cukai. Pada masa itu orang Farisi mewakili golongan orang yang mempunyai moral baik, sebaliknya orang berdosa diwakili oleh pemungut cukai. Farisi adalah golongan imam Yahudi yang mendalami, mengajarkan dan mentaati secara kaku dan legalistik, yaitu melakukan hukum Taurat hanya sesuai dengan bunyinya saja dan sangat mendetail. Mereka merasa dirinya lebih baik dari pada orang lain. Mereka tidak melakukan pelanggaran moral umum, misalnya: mencuri, merampok, berzinah, menipu, dll. Mereka juga menuntut penghormatan dari manusia lain.
Di zaman ini bisa dijumpai orang Farisi modern, yang merasa puas diri dengan sudah menjadi “orang baik” karena tidak melanggar hukum. Merasa telah menjalankan hidup keagamaannya dengan telah ikut mengambil bagian dalam kegiatan rohani di gereja dan puas dengan keadaan rohaninya. Mereka membandingkan kualitas moralnya dengan orang di luar gereja. Orang Farisi modern biasanya bersikap moralis, suka menghakimi, menghukum orang lain tanpa belas kasihan.
Tuhan Yesus mengajarkan bahwa standar moralitas orang percaya bukan sekedar kebenaran dengan “melakukan hukum” seperti yang dipegang teguh oleh orang Farisi [Matius 5:20], tetapi kebenaran karena melakukan kehendak Bapa dengan mengenakan pikiran dan perasaan Kristus [Filipi 2:5]. Kita harus menyadari bahwa tujuan anugerah keselamatan adalah supaya manusia bisa dikembalikan kepada rancangan Allah semula, yaitu memiliki kemuliaan Allah yang telah hilang [Roma 3:23-24]. Menjadi sempurna seperti Bapa [Matius 5:48], hidup tidak bercela [Efesus 1:4], secara sadar melepaskan kodrat dosa dan bertumbuh untuk bisa mengambil bagian dalam kodrat ilahi [2 Petrus 1:4], dan memiliki kekudusan Allah [Ibrani 12:10]. Inilah target yang harus kita capai selama kita menumpang hidup di bumi ini.
Memang hal tersebut tidak mudah, bahkan nyaris mustahil. Namun kita percaya bagi Bapa tidak ada yang mustahil, asal kita merespon dengan benar dan sungguh-sungguh. Untuk mencapai target ini diperlukan perjuangan setiap hari [Lukas 13:24], mengerjakan keselamatan dengan takut dan gentar [Filipi 2:12], selalu mengutamakan pencarian Kerajaan Allah dan Kebenaran-Nya [Matius 6:33]. Roh Kudus pasti menolong dan membimbing supaya kita mengerti Firman Tuhan/kebenaran Injil yang akan merubah manusia batiniah dan memerdekakan kita dari belenggu percintaan dunia/Mamon [Yohanes 8:31-32; Roma 8:28].
Kita harus selalu merasa miskin di hadapan Allah, masih belum mencapai apa yang diinginkan Tuhan supaya bisa terus lapar dan haus akan kebenaran Firman Tuhan [mau terus belajar kebenaran Injil] yang bisa merubah, memperbaharui pola pikir dan karakter kita [Matius 5:3, 6].
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
FOLLOW OUR INSTAGRAM |
|
|
|
|
|
|
|