|
SEPEKAN TERAKHIR |
|
|
|
POKOK RENUNGAN |
|
|
|
Hidup itu seperti cermin. Kebencian akan memantulkan kekerasan. Tetapi kasih sayang akan memantulkan kelemahlembutan. |
|
|
|
|
|
|
Renungan Lain oleh Penulis: |
|
|
|
|
|
|
|
|
Home » Renungan » Kelemahlembutan Membawa Pertobatan |
|
Kelemahlembutan Membawa Pertobatan |
|
Selasa, 14 Mei 2019 |
|
|
|
|
|
Kelemahlembutan Membawa Pertobatan |
|
2 Timotius 2:24-25 |
|
|
|
|
|
|
Dalam cerita pewayangan, menjelang akhir perang Bharatayudha, Yudhistira dipasang untuk melawan Prabu Salya yang sakti mandraguna dan memiliki aji-aji Candhrabhirawa. Berupa raksasa yang kalau dibunuh akan hidup kembali bahkan jumlahnya menjadi berlipat ganda. Bhima dan Arjuna sudah kewalahan, tidak mampu mengatasi dan mengalahkannya. Dipukul dengan gada Bhima ataupun dipanah oleh Arjuna, tidak mati malah bertambah banyak. Akhirnya Candrabhirawa berhadapan dengan Yudhistira, raja yang dikenal berdarah putih, lemah lembut dan tidak menyukai perang. Raksasa-raksasa Chandrabhirawa tidak dilawan. Bahkan didiamkan saja. Akhirnya raksasa-raksasa Candrabhirawa pun kembali kepada tuannya.
Seringkali kita berpikir bahwa untuk mengalahkan seseorang yang keras harus menggunakan cara kekerasan juga. Untuk menundukkan orang yang kuat, harus mengunakan kekuatan juga. Keras hanya bisa dikalahkan dengan sikap atau tindakan yang lebih keras. Kuat hanya bisa dikalahkan dengan kekuatan juga. Jadinya keras adu keras, otot adu otot. Ya, mungkin bisa keras dikalahkan dengan kekerasan, kuat ditundukkan dengan kekuatan. Tetapi keras dilaw...selengkapnya » |
Dalam cerita pewayangan, menjelang akhir perang Bharatayudha, Yudhistira dipasang untuk melawan Prabu Salya yang sakti mandraguna dan memiliki aji-aji Candhrabhirawa. Berupa raksasa yang kalau dibunuh akan hidup kembali bahkan jumlahnya menjadi berlipat ganda. Bhima dan Arjuna sudah kewalahan, tidak mampu mengatasi dan mengalahkannya. Dipukul dengan gada Bhima ataupun dipanah oleh Arjuna, tidak mati malah bertambah banyak. Akhirnya Candrabhirawa berhadapan dengan Yudhistira, raja yang dikenal berdarah putih, lemah lembut dan tidak menyukai perang. Raksasa-raksasa Chandrabhirawa tidak dilawan. Bahkan didiamkan saja. Akhirnya raksasa-raksasa Candrabhirawa pun kembali kepada tuannya.
Seringkali kita berpikir bahwa untuk mengalahkan seseorang yang keras harus menggunakan cara kekerasan juga. Untuk menundukkan orang yang kuat, harus mengunakan kekuatan juga. Keras hanya bisa dikalahkan dengan sikap atau tindakan yang lebih keras. Kuat hanya bisa dikalahkan dengan kekuatan juga. Jadinya keras adu keras, otot adu otot. Ya, mungkin bisa keras dikalahkan dengan kekerasan, kuat ditundukkan dengan kekuatan. Tetapi keras dilawan kekerasan akan menyebabkan kerusakan bahkan kehancuran. Kuat dilawan dengan kekuatan akan menimbulkan luka bahkan babak belur.
Seseorang yang takluk melalui cara kekerasan ataupun tunduk karena kalah kuat, belum tentu menyerah ataupun tunduk dengan segenap hati. Seringkali yang terjadi adalah takluk atau tunduk karena terpaksa. Akan berbeda jika seseorang yang takluk ataupun tunduk bukan karena kekerasan ataupun adu otot, tetapi oleh kelemahlembutan. Tidak akan terpaksa karena tidak ada unsur kekerasan, tetapi kelemahlembutan yang telah menyentuh hatinya sehingga ia berubah. Perubahan yang dihasilkan oleh kelemahlembutan, bukan hanya di luarnya saja, tetapi juga di dalamnya, yaitu hatinya. Intinya, kelemahlembutan sanggup ‘memenangkan’ hati seseorang. Hati yang dimenangkan inilah yang membawanya pada pertobatan atau kembali ke jalan Allah.
Rasul Paulus menasihatkan kepada Timotius sebagai seorang hamba Tuhan, ia harus cakap mengajar, sabar dan dengan lemah lembut menuntun orang yang suka melawan, sebab mungkin Tuhan memberi kesempatan kepada mereka untuk bertobat dan memimpin mereka sehingga mereka mengenal kebenaran. Artinya, menuntun seseorang yang suka melawan [keras, bandel, suka memberontak] dengan kelemahlembutan, berpeluang atau berpotensi membawa orang tersebut sadar dan bertobat. Dan pertobatan tersebut hanya akan terjadi jika hatinya telah dijamah dan diubahkan oleh sentuhan kelemahlembutan. Hatinya dimenangkan bukan dengan cara kekerasan, tetapi dengan kelemahlembutan.
Mungkin saat ini kita sedang menghadapi pribadi-pribadi yang keras, suka melawan, kaku dan susah diajar. Apakah mereka itu suami atau istri kita, anak-anak atau menantu kita, sahabat atau orang dekat kita, tetangga atau rekan kerja kita, saudara seiman atau rekan sepelayanan, jangan gusar, tetaplah bersikap lemah lembut yang lahir dari kasih yang tulus.
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
FOLLOW OUR INSTAGRAM |
|
|
|
|
|
|
|