|
SEPEKAN TERAKHIR |
|
|
|
POKOK RENUNGAN |
|
|
|
Jadilah berkat bukan batu sandungan melalui hidup melakukan kewajiban kita sebelum menuntut hak kita
|
|
|
|
|
|
|
Renungan Lain oleh Penulis: |
|
|
|
|
|
|
|
|
Home » Renungan » Bukan Batu Sandungan |
|
Bukan Batu Sandungan |
|
Kamis, 28 Juni 2018 |
|
|
|
|
|
Bukan Batu Sandungan |
|
Matius 17:22-27 |
|
|
|
|
|
|
Siang itu Temo dan Winoyo berangkat sekolah agak siang, karena sekolah sedang ada kerja bakti bersih-bersih sekolah. Temo hari itu membawa ember, sikat WC dan kain pel, sedangkan Winoyo membaya sapu lidi dan kemucing. Teman-teman Temo pun membawa bermacam-macam peralatan kebersihan. Dari sekian banyak anak pasti memiliki perbedaan baik dari sisi kepandaian, kesungguhan, niat, prilaku dan lainnya dalam kehidupan mereka. Kejadiannya yaitu, meskipun sudah diumumkan dan ditulis dalam buku tugas untuk membawa peralatan kebersihan, masih ada anak yang tidak membawa alat. Wartono anak bandel di kelas tidak membawa alat satupun. Maka Guru Wali kelas menghukumnya untuk membersihkan WC sekolah sendirian. Wartono dengan lantang berteriak: “Pak Guru... aku membersikan WC pakai apa ?. Pak Guru tidak menjawabnya. Tiba-tiba pak guru berteriak: “Siapa yang bawa sikat WC, pinjamkan tuh sama Wartono !” Kebetulan Temo membawa, tetapi dia tidak mau meminjamkannya karena pernah dipukuli dan dimaki-maki oleh Wartono. Winoyo karena merasa tahu yang bawa, berteriaklah ia: “ Temo bawa pak !!” “Temo ayo pinjamkan sikatmu !”teriak pak guru. Temo tak bergeming untuk meminjami. Sekali lagi pak guru itu berbicara kepada Temo sambil mendekatinya, katanya: “ Ayo Temo, jadilah berkat bagi temanmu, jangan jadi batu sandungan bagi temanmu, tunjukkan kasihmu.” Maka luluhlah hati Tem...selengkapnya » |
Siang itu Temo dan Winoyo berangkat sekolah agak siang, karena sekolah sedang ada kerja bakti bersih-bersih sekolah. Temo hari itu membawa ember, sikat WC dan kain pel, sedangkan Winoyo membaya sapu lidi dan kemucing. Teman-teman Temo pun membawa bermacam-macam peralatan kebersihan. Dari sekian banyak anak pasti memiliki perbedaan baik dari sisi kepandaian, kesungguhan, niat, prilaku dan lainnya dalam kehidupan mereka. Kejadiannya yaitu, meskipun sudah diumumkan dan ditulis dalam buku tugas untuk membawa peralatan kebersihan, masih ada anak yang tidak membawa alat. Wartono anak bandel di kelas tidak membawa alat satupun. Maka Guru Wali kelas menghukumnya untuk membersihkan WC sekolah sendirian. Wartono dengan lantang berteriak: “Pak Guru... aku membersikan WC pakai apa ?. Pak Guru tidak menjawabnya. Tiba-tiba pak guru berteriak: “Siapa yang bawa sikat WC, pinjamkan tuh sama Wartono !” Kebetulan Temo membawa, tetapi dia tidak mau meminjamkannya karena pernah dipukuli dan dimaki-maki oleh Wartono. Winoyo karena merasa tahu yang bawa, berteriaklah ia: “ Temo bawa pak !!” “Temo ayo pinjamkan sikatmu !”teriak pak guru. Temo tak bergeming untuk meminjami. Sekali lagi pak guru itu berbicara kepada Temo sambil mendekatinya, katanya: “ Ayo Temo, jadilah berkat bagi temanmu, jangan jadi batu sandungan bagi temanmu, tunjukkan kasihmu.” Maka luluhlah hati Temo untuk memberi pinjaman walaupun dia pernah di sakiti.
Peristiwa di atas mengingatkan kutipan singkat dari bacaan Injil hari ini, yakni; “Supaya jangan kita menjadi batu sandungan bagi mereka...” demikian kata Yesus, yang sungguh menjadi tanda yang jelas bagaimana Yesus menampilkan Diri-Nya sebagai seorang yang tidak sekedar ingin menikmati haknya, tapi selalu mengutamakan apa yang menjadi kewajibannya sebagai warga masyarakat. Bagi Yesus, membayar pajak bukan sekedar dilakukan karena sebuah kewajiban tapi lebih dari itu sebagai sebuah contoh dan keteladanan hidup bagi orang lain.
Banyak di antara kita selalu berteriak, penuhilah hakku sebagai Warga Negara, umat, anggota organisasi, anak sekolah/kuliah atau bahkan anggota keluarga tapi hanya sedikit yang mau mendahulukan kewajiban-kewajibannya. Yesus lewat tindakan sederhana-Nya mau mengatakan bahwa lakukanlah kewajibanmu maka Anda akan menikmati hak-hakmu. Dengan kata lain, dalam setiap hak terkandung kewajiban dan tanggung jawab.
Marilah hari ini kita memilih untuk berkata dan berbuat yang mencerminkan niat hati kita untuk menjadi berkat bagi orang lain. Percayalah bahwa kita sebenarnya bisa melakukannya. Apa yang ada adalah soal mau dan rela atau tidak. Masakan menjadi berkat bagi orang lain, kamu tidak bisa? Semoga setiap orang yang mendengar dan merasakan manfaat perbuatan kita hari ini sungguh merasakan kehadiran kita sebagai berkat bagi mereka, dan bukan sebagai batu sandungan.
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
FOLLOW OUR INSTAGRAM |
|
|
|
|
|
|
|