|
SEPEKAN TERAKHIR |
|
|
|
POKOK RENUNGAN |
|
|
|
Berbelas kasihlah kepada setiap orang, terutama mereka yang lemah dan miskin.
|
|
|
|
|
|
|
Renungan Lain oleh Penulis: |
|
|
|
|
|
|
|
|
Home » Renungan » Penghina Penghina Allah |
|
Penghina Penghina Allah |
|
Jumat, 11 Oktober 2019 |
|
|
|
|
|
Penghina Penghina Allah |
|
Amsal 14:31 |
|
|
|
|
|
|
Ujaran kebencian pada warga minoritas, penghinaan berbau rasisme, politik identitas, perendahan martabat kaum perempuan, pengabaikan orang miskin, masih menjadi “pekerjaan rumah” yang belum rampung di Republik ini. Isu-isu yang sarat dengan bau ketidakadilan di atas menjadi perenungan dua pemuda Kristen, Sambey dan Benay. “Kapan kita berhenti menyebut saudara kita monyet? Hanya karena beda warna kulit?” tanya Benay. “Hhhmm...., menurutku tidak mudah”, kata Sambey, “Selama distribusi kekayaan negeri ini masih di tangan segelintir orang saja, dan sebagian besar lainnya hidup serba pas-pasan, maka kesenjangan dan rasisme-identitas justru dipelihara untuk kepentingan orang yang mabuk kekuasaan.” “Wah...omonganmu terlalu tinggi, Sam. Aku tak paham.” Sambey tertawa ringan. Ditariknya nafas dalam-dalam sebagai tanda ia sedang berpikir serius. “Ben, kamu pasti bisa paham jika mau belajar. Namun yang pasti, sebagai murid-murid Kristus, kita tidak dapat disebut memuliakan Allah jika kita merendahkan dan menindas yang lemah.” “Jadi tidak cukup memuji Allah dan beribadah saja ya?” “Tidak cukup Ben. Jika laku ibadah kita tidak diikuti dengan belas kasihan kepada orang-orang yang lemah, jangan-jangan kita malah ...selengkapnya » |
Ujaran kebencian pada warga minoritas, penghinaan berbau rasisme, politik identitas, perendahan martabat kaum perempuan, pengabaikan orang miskin, masih menjadi “pekerjaan rumah” yang belum rampung di Republik ini. Isu-isu yang sarat dengan bau ketidakadilan di atas menjadi perenungan dua pemuda Kristen, Sambey dan Benay. “Kapan kita berhenti menyebut saudara kita monyet? Hanya karena beda warna kulit?” tanya Benay. “Hhhmm...., menurutku tidak mudah”, kata Sambey, “Selama distribusi kekayaan negeri ini masih di tangan segelintir orang saja, dan sebagian besar lainnya hidup serba pas-pasan, maka kesenjangan dan rasisme-identitas justru dipelihara untuk kepentingan orang yang mabuk kekuasaan.” “Wah...omonganmu terlalu tinggi, Sam. Aku tak paham.” Sambey tertawa ringan. Ditariknya nafas dalam-dalam sebagai tanda ia sedang berpikir serius. “Ben, kamu pasti bisa paham jika mau belajar. Namun yang pasti, sebagai murid-murid Kristus, kita tidak dapat disebut memuliakan Allah jika kita merendahkan dan menindas yang lemah.” “Jadi tidak cukup memuji Allah dan beribadah saja ya?” “Tidak cukup Ben. Jika laku ibadah kita tidak diikuti dengan belas kasihan kepada orang-orang yang lemah, jangan-jangan kita malah bisa digolongkan sebagai penghina-penghina Allah Pencipta.”
Jemaat yang terkasih. Kisah Sambey dan Benay di atas memberikan gambaran kepada kita tentang orang-orang yang dapat digolongkan sebagai penghina Allah. Untuk menghina Dia tidak perlu seseorang harus menunjuk-nunjuk ke langit sambil mengucapkan kata-kata umpatan atau hinaan. Cukup dengan menghina manusia ciptaan-Nya yang karena kondisinya minoritas, lemah atau miskin, seseorang secara langsung sudah menghina Allah Pencipta. Sebaliknya, orang-orang digolongkan sebagai pengagung Allah, bukan hanya karena ia suka memuji Allah dengan mulutnya. Namun seorang pengagung Allah yang sejati dibuktikan dengan ibadahnya di gereja yang diikuti dengan kesediaannya untuk berbelas kasihan kepada mereka yang lemah dalam hidup sehari-hari.
Jemaat yang dikasihi Tuhan. Janganlah kita menjadi penghina-penghina Allah. Maka perlu kita pastikan bahwa kita tidak semena-mena pada orang lain, terutama pada saudara-saudara kita yang lemah dan miskin.Jangan karena perbedaan status seolah-olah memberi hak bagi majikan untuk menganiaya pekerja atau pembantu rumah tangganya. Janganlah karena perbedaan penghasilan seolah-olah mengijinkan kita tinggi hati dengan merendahkan saudara-saudara kita yang miskin. Biarlah hati kita dipenuhi dengan belas kasihan kepada mereka. Dengan demikian kita layak disebut sebagai umat-Nya yang hidup memuliakan Allah. Terpujilah Tuhan!
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
FOLLOW OUR INSTAGRAM |
|
|
|
|
|
|
|