|
SEPEKAN TERAKHIR |
|
|
|
POKOK RENUNGAN |
|
|
|
Hidup kita bukan untuk mengejar penghormatan diri, tetapi sebaliknya memberi penghormatan kepada Sang Pemberi Kehidupan. |
|
|
|
|
|
|
Renungan Lain oleh Penulis: |
|
|
|
|
|
|
|
|
Home » Renungan » Semuanya Sia-sia |
|
Semuanya Sia-sia |
|
Senin, 07 November 2016 | Tema: Mencapai Kedewasaan Sesusi Kepenuhan Kristus |
|
|
|
|
|
Semuanya Sia-sia |
|
Pengkhotbah 2:4-16; 1 Korintus 15:58 |
|
|
|
|
|
|
Sepeninggal Benay, tak ada kabar tentangnya. Apakah ia sehat? Masih hidup atau mati? Tidak ada seorang pun yang tahu. Termasuk Sambey pun tidak tahu kondisi sahabat karibnya itu. Namun yang membedakan Sambey dengan Pdt. Itong, Pdt. Andrey, Mbah Wanidy, dan orang-orang lainnya adalah kenangannya kepada Benay. Jika begitu mudahnya orang-orang lain melupakan Benay, tidak demikian dengan Sambey. Sosok berkulit hitam, pendek dan gendut itu tersimpan baik dalam ingatannya. Kiprahnya dalam pelayanan, semangatnya dalam berbagai kegiatan, kekonyolan dan kesederhanaannya dalam menjalani hidup memiliki nilai tersendiri bagi Sambey. Tapi entah sampai kapan kenangan yang berharga itu akan tersimpan baik dalam ingatannya? Sambey tidak dapat menjaminnya. “Semua adalah sia-sia”, kata Sambey pada dirinya sendiri, “Semangat, pengorbanan, pelayanan, dan berbagai kebajikan akan tinggal kenangan yang akan segera dilupakan. Cobalah perhatikan para pahlawan. Bukankah mereka adalah orang-orang yang berjasa besar. Pengorbanan mereka tak perlu disangsikan lagi. Bukan saja harta, jika panggilan ibu pertiwi menuntut nyawa pun mereka siap. Dan para pahlawan telah membuktikannya. Namun ini pun sia-sia. Penghormatan kepada mereka hanyalah sebatas nama jalan, di samping jl.badak, jl.belimbing, jl.merapi, dll; dikenang sekian detik dalam pengheningan cipta di tiap upacara bendera; atau sekeda...selengkapnya » |
Sepeninggal Benay, tak ada kabar tentangnya. Apakah ia sehat? Masih hidup atau mati? Tidak ada seorang pun yang tahu. Termasuk Sambey pun tidak tahu kondisi sahabat karibnya itu. Namun yang membedakan Sambey dengan Pdt. Itong, Pdt. Andrey, Mbah Wanidy, dan orang-orang lainnya adalah kenangannya kepada Benay. Jika begitu mudahnya orang-orang lain melupakan Benay, tidak demikian dengan Sambey. Sosok berkulit hitam, pendek dan gendut itu tersimpan baik dalam ingatannya. Kiprahnya dalam pelayanan, semangatnya dalam berbagai kegiatan, kekonyolan dan kesederhanaannya dalam menjalani hidup memiliki nilai tersendiri bagi Sambey. Tapi entah sampai kapan kenangan yang berharga itu akan tersimpan baik dalam ingatannya? Sambey tidak dapat menjaminnya. “Semua adalah sia-sia”, kata Sambey pada dirinya sendiri, “Semangat, pengorbanan, pelayanan, dan berbagai kebajikan akan tinggal kenangan yang akan segera dilupakan. Cobalah perhatikan para pahlawan. Bukankah mereka adalah orang-orang yang berjasa besar. Pengorbanan mereka tak perlu disangsikan lagi. Bukan saja harta, jika panggilan ibu pertiwi menuntut nyawa pun mereka siap. Dan para pahlawan telah membuktikannya. Namun ini pun sia-sia. Penghormatan kepada mereka hanyalah sebatas nama jalan, di samping jl.badak, jl.belimbing, jl.merapi, dll; dikenang sekian detik dalam pengheningan cipta di tiap upacara bendera; atau sekedar dihafalkan namanya oleh murid-murid SD agar dapat nilai yang baik dalam tes. Sungguh semuanya sia-sia.”
Apakah kiprah, semangat, dan teladan hidup yang diberikan Benay akan sia-sia? Toh Benay bukan tokoh besar? Ia bukan pahlawan yang namanya tercatat pada buku sejarah. Ia bukan tokoh besar pendiri sebuah gereja. Ia hanyalah sebutir debu tambun yang sempat ada dan sekarang mungkin telah tiada. Jika tokoh-tokoh besar saja segera dilupakan, apalagi Benay? “Apakah dengan demikian hidup dan pelayanan Benay sia-sia saja?” tanya Sambey dalam lubuk hatinya yang terdalam. Beberapa saat kemudian Sambey tenggelam dalam keheningan, menelisik, mencari jawaban. Tiba-tiba matanya berkaca-kaca. Beberapa butir air matanya mengalir lembut di pipi. Bersamaan dengan itu hatinya diselimuti oleh perasaan sukacita yang tak terkatakan. Sambey telah mendapatkan jawaban yang dicarinya. “Hidupmu tidak sia-sia, Ben!” kata Sambey, “Aku mengenalmu sebagai orang yang tidak mencari muka dari semua yang kamu lakukan. Maka apakah saat ini orang akan mengenangmu dan segera melupakanmu, itu tidak penting bagimu! Bagimu hidup bukan untuk mengejar penghormatan diri, tetapi sebaliknya memberi hormat pada Sang Pemberi Kehidupan. Sungguh hidupmu tidak sia-sia, sahabatku. TUHAN pasti memberikan ganjaran atas jerih lelahmu, pelayan tulusmu, dan teladanmu selama ini.”
Jemaat yang terkasih, biarlah hidup dan pelayanan kita tidak sia-sia. Maka hidup dan melayanilah bukan untuk mencari kesombongan diri, tetapi semata-mata hanya untuk kemuliaan TUHAN.
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
FOLLOW OUR INSTAGRAM |
|
|
|
|
|
|
|